“ Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka
mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan Roh itu
kepada mereka untuk mengatakannya.” (Kis 2:4)
Berkata-kata
dengan bahasa Roh yang benar
Berkata-kata dalam bahasa Roh merupakan perwujudan
adikodrati Roh Kudus, yaitu suatu ucapan yang diilhami Roh, yang mana seorang
percaya berkata-kata dalam suatu bahasa (Yun. glossa) yang belum pernah
dipelajari. Mungkin ucapannya dalam salah satu bahasa manusia (Kis 2:6) atau
dalam bahasa yang tidak dikenal di dunia ini (1 Kor 13:1). Itu bukan berbicara
dalam “keadaan kesurupan”.
Bahasa Roh sebagai bukti fisik yang awal mengenai
baptisan dalam Roh Kudus. Berkata-kata dalam bahasa Roh adalah ucapan yang
diilhami di mana roh orang percaya dan Roh Kudus bergabung dalam suatu pujian
atau nubuat. Allah menghubungkan hal berkata-kata dengan bahasa Roh dan
baptisan dalam Roh ini sejak awal supaya 120 orang pada hari Pentakosta dan
orang percaya selanjutnya mempunyai keyakinan berdasarkan pengalaman bahwa
mereka sungguh telah menerima baptisan Roh Kudus. Jadi pengalaman ini dapat
disahkan secara objektif mengenai saat dan tempat terjadinya. Sepanjang sejarah
gereja, pada saat bahasa Roh disangkal atau diabaikan, maka kebenaran atau
pengalaman Pentakosta diputarbalikkan atau diabaikan sama sekali.
Berkata-kata dengan bahasa Roh juga dinyatakan sebagai
karunia Roh Kudus bagi orang percaya (1 Kor 12:4-10). Karunia ini mempunyai 2
tujuan utama:
a.
Bahasa Roh yang
disertai penafsiran untuk menyampaikan isi ucapan itu kepada jemaat supaya
semua dapat ikut serta dalam penyembahan, pemujaan atau nubuat yang dipimpin
Roh.
b.
Berbicara dalam
bahasa Roh dipakai oleh orang percaya untuk berbicara kepada Allah dalam ibadah
pribadi dan dengan demikian meningkatkan kehidupan rohaninya. Bahasa Roh
berarti berbicara pada tingkat roh dengan maksud berdoa, mengucap syukur atau
menyanyi.
Bahasa
Roh yang Palsu
Sekedar berbicara dengan “bahasa lain” atau
penyataan adikodrati lain tidaklah dengan sendirinya membuktikan terjadinya
pekerjaan dan kehadiran Roh. Hal ini dapat ditiru oleh usaha manusia atau hasil
tindakan kuasa-kuasa kegelapan. Alkitab mengingatkan kita agar jangan percaya
akan setiap roh, melainkan memeriksa apakah pengalaman rohani kita sungguh
datang dari Allah. Untuk menjadi sah, bahasa Roh harus seperti yang diberikan
oleh Roh. (Kis 2:4). Untuk mengikuti norma kitab Kisah Para Rasul, berbicara
dalam bahasa Roh harus menjadi akibat spontan dari pemenuhan pertama Roh Kudus.
Pengalaman ini bukan sesuatu yang dipelajari, bahkan tidak dapat diajarkan
dengan menginstruksikan orang percaya untuk mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak
karuan.
Roh Kudus dengan tegas mengingatkan bahwa
pada hari-hari terakhir akan ada kemunafikan dalam gereja (1 Tim 4:1-2), tanda
dan mujizat dari kuasa-kuasa Iblis (Mat 7:22-23), serta pekerja-pekerja penipu
yang menyamar sebagai hamba-hamba Allah (2 Kor 11:13-15). Kita harus
memperhatikan peringatan-peringatan ini tentang berbagai penyataan dan tanda
rohani tiruan. "Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan." (2 Tes 2: 9-11).
Agar dapat menilai apakah bahasa Roh itu sejati, yaitu
sungguh-sungguh dari Roh Kudus, kita harus menemukan apa yang diajarkan Alkitab
sebagai hasil dari baptisan Roh. Apabila seseorang yang mengatakan bahwa ia berbicara dalam bahasa Roh tetapi tidak
mengabdikan diri kepada Yesus Kristus dan kekuasaan Alkitab, dan tidak berusaha
menaati Firman Allah, maka penyataan orang itu tidaklah dari Roh Kudus.
“Karena
itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi;
setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.
Anak-anakku,
janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat
kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar, barangsiapa yang
tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya.
Untuk inilah anak-anak Allah menyatakan dirinya, yaitu supaya Ia membinasakan
perbuatan-perbuatan Iblis itu.
Setiap
orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap
ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.
Inilah
tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat
kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak
mengasihi saudaranya.” (1 Yoh 3:6-10).
"Tidak berbuat dosa lagi", berlawanan dengan "berbuat dosa" (Yun. hamartano) ditulis dalam bentuk infinitif aktif masa kini, yang menunjukkan tindakan yang terus berlangsung. (Terus menerus berbuat dosa). Yohanes menekankan bahwa orang yang sungguh-sungguh dilahirkan kembali dari Allah, tidak mungkin mempunyai cara hidup yang terus menerus berdosa dengan sengaja. Orang percaya bisa kadang-kadang berdosa dan gagal untuk memenuhi standar Allah yang tinggi, tetapi mereka tidak terus menerus hidup dalam dosa.
Kiranya Tuhan menolong kita untuk dapat membedakan orang yang berbahasa Roh yang benar dan berbahasa Roh yang palsu dan jika ada yang berbahasa Roh hendaklah sungguh-sungguh berbahasa Roh yang dari Tuhan dan diikuti dengan cara hidup yang memuliakan Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati, Amin!