Rabu, 12 April 2017

PASKAH



“Dan beginilah kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; buru-burulah kamu memakannya, itulah Paskah bagi Tuhan.” (Kel. 12:11)



Sejarah Paskah

Sejak keluarnya bangsa Israel dari Mesir sekitar tahun 1445 SM, orang Ibrani (kemudian disebut orang Yahudi) telah merayakan Paskah setiap tahun di musim semi.

Setelah menjadi budak di Mesir selama 400 tahun lebih, Allah menetapkan untuk membebaskan keturunan Abraham, Ishak dan Yakub itu dari perbudakan. Ia membangkitkan Musa dan menugaskannya untuk memimpin bangsa itu keluar dari Mesir. Dalam ketaatan pada kehendak Allah, Musa menghadapi Firaun dengan mandat Allah, “Biarkan umat-Ku pergi.” Untuk menekankan kesungguhan amanat Tuhan ini kepada Firaun, maka Musa dengan kuasa Allah, mendatangkan berbagai tulah atas Mesir sebagai hukuman. Ketika terjadi beberapa tulah, Firaun bersedia melepaskan umat Israel, tetapi ia menarik kembali keputusannya itu setelah tulahnya hilang. Pada tulah ke-10 (tulah terakhir), Allah mengutus malaikat kematian ke seluruh tanah Mesir untuk membunuh “semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang.”

Orang Israel juga tinggal di Mesir, bagaimana mereka dapat luput dari malaikat maut itu? Tuhan memberi perintah khusus kepada umat Israel, jika mereka mentaati perintah itu, setiap keluarga dan anak sulung mereka akan dilindungi. Setiap keluarga harus mengambil seekor anak domba jantan berumur satu tahun dan tanpa cacat untuk dibunuh pada waktu senja pada tanggal 14 bulan Abib; keluarga yang kecil dapat berbagi seekor anak domba. Sebagian darah anak domba yang tersembeli itu harus dipercikkan pada kedua tiang pintu dan ambang atas rumah mereka. Ketika malaikat maut melewati daerah itu, ia akan melewati rumah-rumah yang tiang pintu dan ambang atasnya telah diperciki darah. Demikianlah oleh darah anak domba yang tersembelih, orang Israel luput dari hukuman yang menimpa semua anak sulung Mesir. Allah memerintahkan tanda darah itu bukan karena Ia tidak bisa membedakan orang Israel dari orang Mesir, tetapi karena Ia ingin mengajar umat-Nya tentang pentingnya ketaatan dan penebusan dengan darah, dan dengan demikian mempersiapkan bagi “Anak Domba Allah” yang kemudian akan menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29).

Pada malam itu pula orang Israel sudah harus siap untuk berangkat. Mereka diperintahkan untuk memanggang, tidak merebus anak domba yang tersembelih, serta menyediakan sayur pahit dan roti yang tidak beragi. Ketika malam tiba, mereka sudah siap untuk memakan makanan itu dan berangkat dengan cepat ketika orang Mesir datang dan memohon mereka untuk meninggalkan negeri itu. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan apa yang dikatakan Tuhan (Keluaran 12:29-36).



Paskah Dalam Sejarah Israel/Yahudi

Sejak saat yang bersejarah itu, umat Allah selalu merayakan Paskah pada setiap musim semi, sebagai tanggapan pada perintah-Nya bahwa “Paskah merupakan ketetapan untuk selamanya” (Keluaran 12:14). Akan tetapi, Paskah merupakan tanda peringatan. Hanya korban yang disembelih di Mesirlah yang merupakan korban yang efektif. Sebelum Bait Suci didirikan, setiap hari Paskah orang Israel berkumpul di rumah, menyembelih seekor anak domba, menyingkirkan semua ragi dari rumah mereka dan makan sayur pahit. Yang lebih penting lagi, mereka menceritakan kembali kisah keluaran luar biasa para leluhur mereka dari Mesir dan perbudakan Firaun. Jadi, dari angkatan ke angkatan, umat Ibrani ingat akan penebusan dan pembebasan mereka dari Mesir. Ketika Bait Suci selesai dibangun, Allah memerintahkan bahwa perayaan Paskah dan penyembelihan anak domba dilaksanakan di Yerusalem. Alkitab mencatat perayaan Paskah yang istimewa di kota kudus itu.

Paskah juga dirayakan oleh orang Yahudi pada zaman Perjanjian Baru. Satu-satunya peristiwa masa kecil Yesus yang tercatat terjadi ketika orang-tua-Nya membawa Dia ke Yerusalem pada usia 12 tahun untuk merayakan Paskah (Lukas 2:41-50). Pada waktu selanjutnya, Yesus secara tetap pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah (Yohanes 2:13), Perjamuan terakhir dari Yesus bersama murid-murid-Nya di Yerusalem, sesaat sebelum disalib, merupakan perjamuan Paskah (Matius 26:1-2, 17-19). Yesus sendiri disalibkan pada hari Paskah, sebagai Anak Domba Paskah itu (1 Korintus 5:7) yang membebaskan semua orang percaya dari dosa dan kematian.

Orang Yahudi dewasa ini masih merayakan Paskah, walaupun sifatnya sudah agak berubah. Karena tidak ada lagi Bait Suci di Yerusalem di mana seekor anak domba dapat disembelih, perayaan Yahudi masa kini di sebut Seder, tidak lagi dirayakan dengan anak domba yang disembelih. Namun, keluarga masih berkumpul, semua ragi dibuang dengan upacara khusus dari rumah-rumah Yahudi, dan kisah keluaran  dari Mesir diceritakan kembali oleh kepala keluarga.



Paskah Bagi Orang Kristen

Bagi orang Kristen, Paskah penuh dengan lambang yang bersifat nubuat karena menunjuk kepada Yesus Kristus. Perjanjian Baru dengan tegas mengajarkan bahwa hari raya Yahudi merupakan “bayangan dari apa yang harus datang”, yaitu penebusan melalui darah Yesus Kristus. Allah mengeluarkan orang Israel dari Mesir bukan karena mereka itu layak, tetapi karena Ia mengasihi mereka dan setia kepada perjanjian-Nya. Demikian pula keselamatan yang kita peroleh dari Kristus adalah kasih karunia Allah yang menakjubkan.

Darah yang dipercikkan pada tiang pintu dan ambang atasnya dimaksudkan  untuk menyelamatkan anak sulung dalam setiap keluarga dari kematian; darah ini menunjuk kepada penumpahan darah Yesus di salib supaya menyelamatkan kita dari kematian dan dari murka Allah terhadap dosa. Anak domba Paskah itu adalah sebuah korban yang berfungsi sebagai pengganti anak sulung; korban ini menunjuk kepada kematian Yesus Kristus sebagai ganti kematian orang percaya. Paulus secara tegas menyebut Kristus anak domba Paskah yang dikorbankan demi kita. Anak domba jantan yang akan disembelih haruslah “tanpa cacat” (Keluaran 12:5); anak domba itu melambangkan ketidakberdosaan Kristus, Anak Tunggal Allah yang sempurna.

Memakan daging anak domba itu melambangkan pemanunggalan masyarakat Israel dengan kematian anak domba itu, kematian yang menyelamatkan mereka dari kematian jasmani. Demikian pula, ikut serta dalam Perjamuan Kudus melambangkan keikutsertaan kita dalam kematian Kristus, kematian yang menyelamatkan dari kematian rohani (1 Korintus 10:16-17; 11:24-26). Sebagaimana halnya dengan Paskah, hanyalah korban yang pertama, kematian-Nya di salib, menjadi korban yang efektif. Kita mengadakan Perjamuan Kudus sebagai suatu “peringatan” akan Dia (1 Korintus 11:24). Pemercikan darah pada tiang pintu dan ambang atasnya dilaksanakan dengan iman yang taat; tanggapan iman ini mendatangkan penebusan melalui darah (Keluaran 12:7,13). Keselamatan melalui darah Kristus diperoleh hanya melalui “ketaatan yang disebabkan oleh iman” (Roma 1:5; 16:26). Anak domba Paskah harus dimakan dengan roti yang tidak beragi, karena ragi dalam Alkitab biasanya melambangkan dosa dan pencemaran. Roti yang tidak beragi ini melambangkan pemisahan orang Israel yang ditebus dari Mesir, yaitu dari dunia dan dosa. Demikian pula, umat Allah dipanggil untuk memisahkan diri mereka dari dunia yang penuh dosa dan menyerahkan diri kepada Allah saja. Amin!